Diambil dari http://pengolahancitra.com
Acapkali dalam menghadapi permasalahan di pengolahan citra, kita berhadapan dengan citra yang mempunyai pengotor (noise). Dalam proses, kita ingin menghilangkan pengotor-pengotor tersebut. Ada dua macam teknik yang kita dapat lakukan, yaitu image enhancement dan image restoration. Apakah berbedaannya? Marilah kita lihat satu persatu.
Apa itu pengotor?
Noise atau pengotor citra biasanya didapat dari proses dijitasi citra. Apa itu proses dijitasi citra? ini adalah proses meng-capture
objek di dunia nyata kedalam citra dijital. Bingung? Singkatnya, kalau
kita memotret sesuatu dengan kamera dijital, sebenarnya kita sedang
melakukan proses dijitasi citra. Nah... kadang-kadang lensa kamera kita
kotor kan? jadi ada bintik-bintik di foto yang didapat. Bintik-bintik
itu salah satu jenis pengotor. Sebenarnya ada banyak jenis pengotor.
Jenis-jenis pengotor ini akan dibahas pada artikel terpisah. Untuk
sementara, asumsikan bahwa pada proses "Pemotretan" (proses
dijitasi citra), ada banyak hal yang menyebabkan citra tidak sempurna
(memiliki pengotor). Oh ya, jenis pengotor yang lainnya adalah pengotor
yang berasal dari hardware (cth: kamera yang setengah rusak).
Image Restoration
Teknik ini dipakai pada saat kita dapat memodelkan pengotor.
Pengotor
dapat dimodelkan? Kenapa tidak?! Ada beberapa jenis pengotor yang dapat
kita modelkan, misalkan pengotor yang berasal dari sensor yang
kurang sempurna, pengotor yang berasal dari sinyal transmisi yang
kurang baik sehingga pada saat transimisi data citra tidak diterima
dengan baik. Salah satu contoh pengotor yang terkenal adalah salt-and-pepper noise (garam dan merica). Jenis pengotor ini didapatkan karena sensor yang kurang sempurna. Inilah salah satu contoh salt-and-pepper noise.
Perhatikan pada citra diatas, citra sebelah kiri adalah citra dengan pengotor salt-and-pepper, citra disebelah kanan adalah citra tanpa pengotor. Secara matematis, pengotor jenis ini dapat dimodelkan dengan memakai random variable yang ada pada ilmu probabilitas. Rumusnya adalah sebagai berikut.
Biasanya pengotor-pengotor dimodelkan secara matematis dengan menggunakan Probabilistic Density Function (PDF).
Kenapa? Karena, noise itu random bukan? maksudnya, tidak dapat diterka,
dimana dan kapan dia muncul. Namun demikian, kita dapat mengira-ngira
kemungkinan suatu pengotor itu muncul. Nah ilmu mengira-ngira
kemungkinan itu ada di ilmu probabilitas.
Lalu
setelah kita mengetahui jenis pengotornya. Apa yang kita lakukan
berikutnya? Wah gampang itu... biasanya kalau kita sudah tau jenis
pengotornya, dan kita tau kalau jenis pengotor tersebut dapat
dimodelkan. Hal berikutnya adalah mencari filter yang dapat menghilangkan noise tersebut. Contohnya, pada kasus salt-and-pepper noise , untuk menghilangkan noise tersebut secara sempurna adalah dengan menggunakan median filter. Dijamin mutu, pasti pengotornya akan hilang seketika.
Jadi esensi image restoration
adalah ketika kita dapat memodelkan pengotor, dan pengotor tersebut
sudah dikenal, kita tinggal menggunakan metode yang sudah ada untuk
menghilangkan pengotor. Dan biasanya hasil image restoration cukup memuaskan. Kebanyakan hasilnya adalah, kita mendapatkan citra tanpa pengotor tersebut.
Image Enhancement
Teknik ini dipakai pada saat kita tidak dapat memodelkan pengotor. Biasanya proses ini dilakukan secara heuristic, alias coba-coba sampai puas. Kalau pada proses image restoration kita tau kapan saatnya berhenti, pada image enhancement penilaian subjektif sangat berpengaruh. Proses ini baru berhenti ketika kita merasa puas akan hasil yang didapatkan.
Ada banyak metode yang dapat dipakai pada image enhancement. Metode tersebut sebagian besar adalah berupa filter. Filter-filter ini nantinya akan dikonvolusi dengan citra untuk mendapatkan hasil yang baik. Untuk proses filtering akan dibahas secara terpisah. Selain dengan menggunakan filter, ada metode-metode lain seperti transformasi, histogram, contrast-stretching, dan sebagainya. Contoh metode yang paling mudah adalah power-law transformation pada grey-level. Pada prinsipnya setiap nilai grey level pada pixel diganti dengan nilai hasil perhitungan formula tertentu. Bingung? Baik, marilah kita lihat formula power-law transformation ini.
n adalah nilai grey level yang baru, r adalah nilai
grey level yang lama, s dan a ditentukan sesuai dengan selera. Misalkan
pada koordinat (1,1), nilai grey-level untuk komponen red
adalah 120. Maka, dengan s = 1 dan a = 0.5 nilai ini akan diganti
menjadi 10.9. Kalau dilihat, proses ini akan membuat setiap nilai menuju
nilai 0, alias membuat citra lebih gelap!. Ingin membuat lebih terang?
Mudah, ubah a menjadi 1.2 alhasil, citra akan semakin terang.
Berikut ini adalah contoh dari power-law transformation.
Citra sebelah kiri adalah citra hasil power-law transformation
dengan nilai peubah a 1.2, sebelah kanan adalah dengan nilai peubah
0.5. Yang mana yang lebih baik? Itu tergantung kebutuhan. Mungkin ada
yang lebih memerlukan citra yang terang, atau mungkin ada yang lebih
membutuhkan citra yang lebih gelap.
Sebagai kesimpulan, kita dapat melihat perbedaan yang mendasar antara image restoration dan image enhancement. Image restoration
adalah proses yang pasti, dan menghasilkan citra yang baik. Biasanya
dapat dilakukan bila jenis pengotor dapat dimodelkan. Di lain pihak, image enhancement adalah
proses heuristik yang sangat bergantung dari kebutuhan dari setiap
kasus. Biasanya dipakai ketika pengotor tidak dapat dimodelkan.
No comments:
Post a Comment